Di sudut bagian Barat Kabupaten Polewali Mandar, tepatnya di Desa Galung Lombok, geliat pembangunan tak lagi hanya bicara soal infrastruktur. Disini juga terdapat sebuah monumen sejarah perjuangan kemerdekaan RI, yakni Taman Makam Pahlawan Korban 40 Ribu Jiwa, yang sekarang berubah nama menjadi Monumen Panyapuang Galung Lombok. Di sana, di balik deretan rumah panggung dan hamparan sawah hijau yang tenang, sebuah kisah tentang data, dedikasi, dan cita-cita besar sedang ditulis pelan-pelan namun pasti.
Tanggal 24 Juni 2025 menjadi catatan bersejarah bagi desa ini. Dalam pengumuman hasil penilaian administrasi, profil, dan video Rumah DataKu tahun 2025, nama Galung Lombok disebut sebagai salah satu desa terbaik kategori Digital, mewakili Sulawesi Barat di ajang nasional. Sebaris nama yang bersanding sejajar dengan desa-desa dari pulau Jawa hingga Kalimantan, Desa Maduretno dari Jawa Tengah, Payung Agung dari Jawa Barat, dan Gapura dari Kalimantan Barat.
Namun di balik pencapaian itu, tak sedikit peluh dan semangat yang telah ditumpahkan. Rumah DataKu di Galung Lombok bukan sekadar ruang dengan rak-rak berisi berkas dan statistik. Ia adalah ruang harapan, tempat kader-kader muda desa mencatat denyut kehidupan warganya dari angka kelahiran, kematian, hingga dinamika sosial yang tak kasat mata namun nyata.
Wawancara penilaian tingkat nasional dilakukan melalui Zoom Meeting, namun sambutannya terasa sangat hangat. Wakil Bupati Polewali Mandar, A. Nursami Masdar, memberikan sambutan pembuka, didampingi Camat Tinambung, Nazriah Idroes. Lalu, satu per satu tokoh desa tampil: Baharuddin, sang kepala desa yang tak hanya memimpin dengan kata, tapi juga dengan aksi. Ia menceritakan, dengan suara tulus, bagaimana tanah dan tempat untuk Rumah DataKu telah ia wakafkan demi kelangsungan program ini. Bahkan, anggaran desa pun dialokasikan untuk kebutuhan ATK dan honor para kader.
Ny. Mandar Ichsan, Ketua TP PKK Desa Galung Lombok, juga mengambil bagian dalam presentasi. Bersama para kader dan masyarakat, mereka bukan hanya menjawab pertanyaan tim penilai, tetapi juga memperlihatkan bahwa Rumah DataKu di desa mereka hidup berdenyut bersama semangat gotong royong.
Tak hanya perangkat desa yang hadir dalam momen itu. Para penyuluh KB, kader Posyandu, hingga kepala dusun turut memberi dukungan. Sebuah kolaborasi lintas lini yang jarang ditemukan dalam geliat birokrasi desa.
Desa Galung Lombok kini menatap Jakarta dengan penuh harap. Bukan semata ingin mengangkat piala atau menerima piagam, tapi karena mereka yakin: dari desa kecil ini, data yang dikumpulkan dengan kasih dan dedikasi bisa menjadi dasar perubahan besar.
“InsyaAllah, ke depan kami akan terus berinovasi,” ucap Baharuddin penuh harap. Suaranya lirih, namun yakin. Karena bagi mereka, Rumah DataKu bukan hanya soal angka, melainkan tentang wajah-wajah warganya yang ingin hidup lebih baik, lebih terencana, dan lebih bermartabat.
Galung Lombok telah membuktikan, bahwa dari desa kecil pun, suara besar bisa terdengar sampai ke pusat. Karena ketika data dikumpulkan dengan hati, maka ia tak hanya informatif, tapi juga menginspirasi.(**)
Widya Astuti: Suara Lugas dari Galung Lombok yang Menggema hingga Ruang Zoom
Di sudut kecil Sulawesi Barat, tepatnya di Desa Galung Lombok, ada suara perempuan yang tak sekadar berbicara, ia menyuarakan data, harapan, dan masa depan. Dialah Widya Astuti, Ketua Rumah DataKu Desa Galung Lombok. Dalam sebuah forum nasional yang digelar secara daring, suaranya melintas jaringan, menembus layar, dan menyentuh hati para dewan penilai.
Tak ada keraguan dalam penyampaiannya. Kalimat demi kalimat mengalir lugas, jelas, dan penuh semangat. Widya bukan sekadar menyampaikan presentasi; ia bercerita tentang desanya, tentang bagaimana data bukan hanya angka, melainkan potret kehidupan, denyut harapan, dan arah pembangunan.
Para dewan penilai pun tak hanya mendengar, mereka terpikat. Apresiasi mengalir, bukan karena kecanggihan visual atau tata bahasa tinggi, tetapi karena ketulusan dan kejujuran narasi yang dibawanya. Ia berbicara sebagaimana seorang ibu menjaga rumahnya dengan penuh tanggung jawab dan cinta.
Dalam ruang Zoom yang serba digital, di tengah wajah-wajah dari penjuru negeri, suara Widya menjadi penanda bahwa dari desa kecil pun bisa lahir keteladanan. Ia menunjukkan bahwa teknologi bisa menjadi jembatan, bukan batas; bahwa data bisa menjadi cerita, bukan sekadar statistik.
Galung Lombok patut berbangga. Di balik keberhasilan Rumah DataKu mereka, berdiri seorang perempuan yang tak hanya memimpin dengan angka, tetapi juga dengan hati. (**)