Publiknews.co.id, Palopo – Isu “pinjam bendera” dan monopoli usaha pada pengadaan barang/jasa pemerintah di Kota Palopo kini menjadi hal yang serius. Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK) menemukan sejumlah kegiatan konstruksi identik dikerjakan oleh salah satu oknum pengusaha atau kelompok tertentu dengan memakai beragam perusahaan. Bahkan, salah satu perusahaan mampu dimenangkan tiga paket jalan yang melekat pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUTR) Kota Palopo.
CV. Barata merupakan pemenang paket pekerjaaan di Kota Palopo diantaranya Pengaspalan Jalan Kompleks Pasar Andi Tadda senilai Rp. 569.525.000,-, Penanganan Long Segment Jl. Andi Kambo Rp. 4.686.000.000,-, dan Rekonstruksi /Peningkatan Kapasitas Struktur Jalan Dalam Kota denga nilai Rp. 1.251.890.582,13,-.
Selain itu diduga oknum pengusaha tersebut memakai perusahaan lainnya atasanama CV. Cipta Lestari untuk Pemeliharaan Berkala Jl..RA. Kartini.
L-KONTAK menyayangkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pokja UKPBJ Kota Palopo tidak selektif dalam mengambil keputusan, sehingga berpotensi merusak prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah yang transparan, akuntabel, berkeadilan, dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi L-KONTAK, menilai, praktik pinjam bendera, mengandung risiko hukum yang signifikan. Perusahaan yang terlibat dalam praktik ini dapat dikenakan sanksi administratif, denda, hingga pembatalan hasil tender, sehingga praktik seperti itu berpotensi menimbulkan tuduhan persekongkolan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Kalau unsurnya terpenuhi seperti pengelabuan atau penyalahgunaan informasi yang disengaja untuk meraih keuntungan tidak sah, bisa mengarah ke TPPU. Secara etika, Ini merusak integritas sistem pengadaan itu sendiri dan dapat mengarah pada ketidakadilan bagi peserta tender yang bersaing secara jujur,” tegasnya.
Untuk itu Dian Resky meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera membuka penyelidikan atas ulah oknum yang haya memikirkan keuntungan. Ia menambahkan, hal ini sama saja penurunan kualitas dan keandalan hasil pengadaan. Sebab didalamnya ada proses pengadaan yang dapat menyebabkan kualitas barang atau jasa tidak sesuai dengan yang diharapkan.
“Sebab pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tidak memiliki kemampuan yang diperlukan. Jika pengusutan itu benar-benar dilakukan, maka akan ketahuan siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak,” ungkapnya.
Dian Resky berharap, setelah laporan lembaganya masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak ada lagi cara-cara kotor dilakukan. L-KONTAK akan meminta agar otak atau dalang dibalik itu bisa terungkap dan menjerat pelakunya sesuai peraturan perundang
-undangan yang berlaku. Sebab masih ada dua paket kegiatan termasuk renovasi gedung dan pembangunan jalan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya yang akan dituangkan dalam laporan resmi L-KONTAK.
“Adakah dalangnya? Sebaiknya APH membuktikan dengan mengusut sampai tuntas,” katanya. (*)